Kemenkeu Terbitkan PMK 164/2023, Ketahui Tata Cara Pengenaan PPh Final UMKM
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan terbaru tentang tata cara pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Wajib Pajak dengan usaha yang memiliki peredaran bruto atau omzet tertentu.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta memberikan keadilan dan kemudahan administratif bagi pelaku usaha di Indonesia. PMK 164/2023 mulai berlaku sejak tanggal 29 Desember 2023.
Objek dan Subjek Pajak PPh Final UMKM
Menurut Pasal 3 PMK 164/2023, Wajib Pajak dalam negeri yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto atau omzet tertentu dikenakan PPh final dalam jangka waktu tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tarif PPh final untuk penghasilan usaha dari Wajib Pajak dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun ditetapkan sebesar 0,5%. Tarif ini masih sama dengan yang tercantum pada PP 55/2022.
Pada Pasal 4, Wajib Pajak dalam negeri yang dimaksud meliputi Wajib Pajak orang pribadi (termasuk UMKM) dan Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, perseroan terbatas (PT), perseroan perorangan (PT perorangan), badan usaha milik desa (BUMDes), atau badan usaha milik desa bersama (BUMDESMA).
Terdapat pengecualian untuk penghasilan yang tidak dikenakan PPh final, antara lain:
- Penghasilan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dari jasa atas pekerjaan bebas
- Penghasilan yang diterima di luar negeri
- Penghasilan yang dikenakan PPh final dengan aturan tersendiri
- Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Cara Pemberitahuan Wajib Pajak yang Memilih Dikenakan PPh
Wajib Pajak UMKM dapat memilih untuk dikenakan PPh dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Penyampaian ini disampaikan oleh Wajib Pajak berstatus pusat secara langsung, melalui pos atau jasa ekspedisi, maupun secara elektronik paling lambat pada akhir tahun pajak. Contoh format surat pemberitahuan tercantum pada Lampiran A PMK 164/2023.
Cara Penghitungan PPh Final UMKM
Dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan untuk menghitung PPh final UMKM adalah jumlah omzet penghasilan dari usaha setiap bulan. Omzet yang dimaksud adalah uang yang diterima dari usaha sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, atau potongan sejenis.
Cara menghitung PPh final UMKM adalah jumlah omzet penghasilan setiap bulan dikalikan dengan tarif PPh final 0,5% untuk penghasilan usaha yang tidak lebih dari Rp4,8 miliar. Menurut Pasal 6 ayat (3) PMK 164/2023, Wajib Pajak orang pribadi dengan omzet hingga Rp500 juta dalam 1 tahun tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Jika akumulasi omzet sudah melebihi Rp500 juta dan tidak lebih dari Rp4,8 miliar, Wajib Pajak UMKM harus menghitung, membayar, dan melaporkan PPh final dengan tarif 0,5% tersebut.
Cara dan Batas Waktu Penyetoran PPh Final UMKM
PPh final terutang dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh Wajib Pajak UMKM atau dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut PPh. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3), PPh final UMKM harus disetorkan maksimal tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah akhir masa pajak. Sementara itu, untuk PPh final yang dipotong/dipungut wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi maksimal 20 hari setelah akhir masa pajak.
Pada Pasal 7 ayat (4) PMK 164/2023, dijelaskan bahwa Wajib Pajak UMKM dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi jika memenuhi beberapa kondisi, seperti:
- Tidak memiliki penghasilan dari usaha
- Hanya melakukan transaksi pemotongan/pemungutan PPh
- Omzet secara kumulatif tidak melebihi Rp500 juta sejak masa pajak pertama.
Pembebasan Pemotongan/Pemungutan PPh dengan Surat Pernyataan
Selain dari kewajiban SPT Masa PPh Unifikasi, Wajib Pajak UMKM dengan omzet tidak lebih dari Rp500 juta juga tidak dikenakan pemotongan/pemungutan PPh dalam transaksi dengan pemotong/pemungut PPh. Pasal 8 ayat (2) PMK 164/2023 menjelaskan bahwa pemotong atau pemungut PPh tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap Wajib Pajak yang memiliki omzet tertentu atas transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa.
Untuk mendapatkan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh, Wajib Pajak UMKM dengan omzet tidak lebih dari Rp500 juta harus menyampaikan surat pernyataan sebagai pengganti surat keterangan. Surat pernyataan sendiri adalah surat yang menyatakan bahwa omzet belum melebihi Rp500 juta ketika bertransaksi dengan pihak pemotong/pemungut pajak.
Dengan surat ini, Wajib Pajak UMKM akan bebas dari pemotongan PPh saat melakukan penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pihak pemotong/pemungut. Contoh format surat pernyataan tercantum dalam Lampiran C PMK 164/2023 dan dapat dibuat sendiri oleh Wajib Pajak UMKM. Pemotong/pemungut juga tetap wajib menerbitkan bukti potong dengan PPh nihil untuk Wajib Pajak UMKM tersebut.
Cara Pengajuan Permohonan dan Penerbitan Surat Keterangan
Surat keterangan adalah surat untuk menerangkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria dengan memiliki omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar sesuai dengan PP 55/2022. Salinan surat keterangan ini diberikan kepada pemotong/pemungut PPh, sehingga Wajib Pajak UMKM hanya dikenakan pemotongan sebesar 0,5% ketika melakukan penjualan atau penyerahan jasa kepada pihak pemotong/pemungut.
Untuk mendapatkan surat keterangan ini, Wajib Pajak berstatus pusat mengajukan permohonan surat keterangan tertulis kepada kepala KPP terdaftar yang dikirim melalui pos, jasa ekspedisi, maupun secara elektronik melalui aplikasi Info KSWP di DJP Online. Hal ini tercantum pada Pasal 11 PMK 164/2023.
Syarat Wajib Pajak dapat diberikan surat keterangan adalah sebagai berikut:
- Ditandatangani Wajib Pajak atau bukan Wajib Pajak dengan surat kuasa khusus
- Telah menyampaikan kewajiban SPT Tahunan PPh tahun pajak terakhir
- Wajib Pajak memiliki omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar.
Untuk poin 2, dapat dikecualikan bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar atau bagi Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT Tahunan. Jika sesuai syarat, maka kepala KPP akan menerbitkan surat keterangan setelah penerbitan bukti penerimaan elektronik (BPE) atau bukti penerimaan surat (BPS).
Surat keterangan ini berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:
- 3 tahun pajak untuk Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT)
- 4 tahun pajak untuk Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, firma, persekutuan komanditer (CV), dan perseroan perorangan (PT perorangan)
- 7 tahun pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi atau UMKM.
Pelaporan SPT Tahunan PPh Final UMKM
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PMK 164/2023, Wajib Pajak UMKM dengan omzet tidak lebih dari Rp 4,8 miliar wajib melaporkan SPT Tahunan PPh serta melampirkan laporan omzet usaha dan PPh finalnya. Jika tidak dilaporkan, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administratif.
Laporan omzet usaha dan PPh final tersebut tetap mempertimbangkan omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta. Wajib Pajak orang pribadi dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak atas kelebihan pembayaran PPh final akibat diperhitungkannya omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta tersebut. Contoh format dokumen laporan omzet usaha dan PPh final tercantum pada Lampiran D PMK 164/2023.